Sabtu, 01 Juni 2013

Mendengarkan itu lebih baik


Sebagian besar orang-orang menilai, hanya dengan berbicara kita dapat menyampaikan pendapat ataupun maksud kita. Namun, setelah semua kejadian ini aku memahami bahwa sebenarnya jauh lebih banyak hal dapat kita sampaikan hanya dengan mendengarkan. Kita dapat mempelajari kesalahan kata-kata yang di ucapkan oleh orang-orang di luar sana. Kita hanya di beri kesempatan untuk tersenyum tanpa banyak kalimat yang terucap, karena semakin banyak kata-kata yang di ucap maka sakitnya akan semakin menyiksa.

***
sudah dua hari ini, aku sepertinya puasa berbicara. Mungkin terdengar mustahil namun inilah kenyataannya. Setelah satu minggu lebih aku di rawat di sebuah rumah sakit, aku di izinkan untuk pulang dan enam hari setelah keluar dari rumah sakit aku harus kembali di bawa ke IGD haha .. tak sampai di situ, tepatnya kemarin teenggorokanku terasa sangat sakit. Aku masih bisa menahannya sampai malam saja, sakitnya sungguh sangat meyiksa jangankan untuk berbicara untuk menelan air ludahku pun rasanya begitu menyakitkan.  Atau lebih tepatnya menyiksaku.

***
aku sempat berpikir apakah Tuhan benar-benar ada untukku? Apakah Tuhan menyayangiku? Apakah Tuhan memperhatikanku?
aku rasa jawabannya “iya” Tuhan menganugerahkan penyakitnya ini untukku semata-mata agar aku dapat menghargai kesehatanku secara lebih, mensyukuri yang memang seharusnya sudah aku miliki, dan tak perlu merasa iri dengan apa yang belum aku miliki. Aku juga sadar, Tuhan telah mengirimkan malaikat-malaikat kecilnya untuk menjagaku di bumiNya ini. Tuhan telah menurunkan Ayah, Ibu, kakakku, sahabatku, dan tentunya dia kekasihku.

***
Mungkin dulu aku kurang mensyukuri segala yang belum tentu orang miliki. Aku memiliki kedua orang tua yang senantiasa menjagaku, menyayangiku, memberikan seluruh perhatiannya hanya untukku,  berusaha menyembuhkanku ketika aku sakit, menjauhkanku dari sesuatu yang membahayakanku. Aku juga memiliki kakak perempuan yang menurutu sangat luar biasa, dia bisa menggantikan peran ibu dan ayah ketika mereka belum ada waktu untukku. Aku selalu ingat panggilan “ratu” yang di tujukannya padaku karena tingkahku yang selalu saja menyuruhnya, namun apakah dia marah? Tentu tidak dia hanya tersenyum memandangku dengan penuh kasih sayang. Aku juga memiliki sahabat yang sangat hebat, mereka sudah seperti saudaraku sendiri. Mereka menjagaku di sekolah, memberikan pertolongan tanpa aku minta, dan selalu memberikan support yang besar untuk kesembuhanku. Tak lupa, aku memiliki seorang kekasih, seorang laki-laki berhidung mancung, berlesung pipi, bertubuh tinggi, berwajah manis, dan bermata sipit. Aku hampir satu tahun menjalani hubungan yang sangat indah dengannya. Dia selalu datang ke rumah sakit untuk memastikan keadaanku baik-baik saja, selalu membawakan roti kesukaan kami “roti abon” setiap datang haha. Dia sempat memarahiku beberapa hari yang lalu, aku memaksanya untuk mengajakku jalan-jalan namun dia menolak dan membentak-bentaku. Tentu saja aku marah, aku berpikir bahwa dia malu mempunyai kekasih yang penyakitan seperti aku. Tapi,dia segera menghampiriku dengan wajah yang menurutku begitu sayu, dia mengatakan “sayang masih sakit, kalau memang nanti sayang sudah sembuh kita pergi kemana pun sayang mau, kita makan apa yang ingin sayang makan, dan kita akan beli semua yang ingin sayang beli, tapi untuk sekarang permintaanku cuma satu sayang cepat sembuh dan segera kembali ke sekolah yaa aku merindukan wajahmu itu” aku hanya menangis ketika mendengar ucapan panjangnya yang membuatku sadar pikiranku salah besar.

***
Terima kasih Tuhan, Engkah telah memberikanku kesempatan untuk menyadari semua ini. Hidupku mungkin tidak sempurna namun Engkau telah benar-benar mengirimkan orang-orang yang sempurna untukku menjalani kehidupan ini. Aku bersyukur untuk itu. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RUU KUHP (?)

         Selamat malam, perkenalkan saya Haqkida Kancana. Belakangan ini begitu banyak aksi menolak disahkan RUU KUHP (Kitab Und...