Jarak
Yang
selalu berperan memberi rasa sesak
Rasa
yang akupun tak tahu bagaimana caranya mengungkapkan
Berontak?
Sudah
pernah aku coba, tapi jarak selalu memberiku kekuatan untuk sedikit lebih kuat
Menolak?
Entah
sudah tak terhitung lagi jumlahnya
Tapi
aku selalu kembali untuk memperjuangkannya sekali lagi
Selalu
begitu
Dan
terkadang aku marah,
Aku
marah karena semua yang berjalan tak sesuai dengan apa yang sudah aku harapkan
Aku
selalu bertanya-tanya, mengapa? Mengapa jarak begitu betah di antara orang-orang
yang sebetulnya saling merindukan
Sempat
terpikir olehku apakah jarak benar-benar jahat?
Bukan
lagi sempat, aku sering berpikiran demikian. Aku selalu menuduh semua rasa
sesak kerinduan ini disebabkan jarak.
Sepenuhnya,
seutuhnya aku salahkan jarak.
Dan
ketika aku sudah lelah, bahwa jauh beratus-ratus kilometer di hadapanku
Ada
seseorang yang selalu percaya.
Ya,
percaya bahwa aku mampu bersahabat dengan jarak.
Bersahabat?
Haruskah
aku bersahabat dengan hal yang sering menjadi alasanku menjatuhkan airmata
Hal
yang kurasa paling sering menyakitiku
Pertanyaanku,
bukankah harus ada jarak agar kita bisa saling melihat?
IYA,
itu jawabannya.
Jarak
tidaklah jahat. Karena ratusan kilometer ini lah aku mampu merindukanmu setiap
waktu.
Dan
ketika rindu yang begitu pekat semakin hari semakin hebat
Ketika
niat sudah bulat untuk menyingkirkan sekat-sekat
Namun
harus dicegat karena perbincangan ini masih terdengar hangat meski kadang hanya
sesaat
Selamat
malam, dan selamat beristirahat untuk kamu yang selalu menghilangkan penat.
Pulanglah, aku menunggumu.
Pulanglah, aku
merindukanmu.