Senin, 29 Juli 2013

Karena dialah laki-laki pujaanku


Semuanya berawal dari sini. Aku seorang gadis bernama Chaca, aku mungkin cenderung gadis yang biasa saja. Namun banyak sekali yang mengatakan jika aku salah satu gadis biasa yang beruntung. Yaa aku sekarang sedang menjalani sebuah hubungan yang menurutku cukup harmonis dengan seorang laki-laki bernama Chiko. Dia adalah seorang seniman, dia memiliki sebuah band dan disana dia bertugas memainkan gitar, dan aku pikir banyak dari teman-temanku yang mengaguminya atau mungkin menyukainya. Entahlah. Aku sudah hampir 3 tahun menjalani pasang surut hubungan dengannya, mungkin sudah banyak rasa yang telah menghampiri kami silih berganti.  Dan entah mengapa akhir-akhir ini aku merasakan ada yang berbeda.

***
Tak seperti biasanya, ketika aku bangun pagi ini tidak ada ucapan selamat pagi darinya. Mungkin dia belum bangun, aku berinisiatif memberi ucapan selamat pagi terlebih dahulu.

“Selamat pagi Pak Chiko” beberapa detik kemudian.
“Pagi juga sayang, baru bangun ya?”
“eh udah banun kok gak ngabarin duluan?”
“bosen, aku mulu yang ngasih kabar duluan, gantian dong.”
“apa? Bosen?”
“jangan negatif dulu, cuma ucapan selamat pagi doang, jangan di buat ribet lah yng.”
“gak, bukannya gitu, tadi kamu bilang bosen. Itu maksudnya apa?”
“gpp.”

Ini sungguh pagi yang tidak bersahabat, aku langsung mematikan handphone dan meninggalkannya sarapan. Apa yang salah denganku? Jangan mentang-mentang hubungan ini sudah lama, dia bisa seenaknya saja. Aku kesal padanya. Jika sudah begini tak ada jalan lain, aku menghubungi sahabatku Echi.

“Chi, lagi dimana?”
“dirumah ca, kenapa?”
“setengah jam lagi gue jemput, temenin gue cari udara segar.”
“hah? Tunggu bentar. Kita mau kemana? Lagi ribut sama Chiko ya?”
“ahh udah, gak usah bahas dia, males.”
“haha, ini salah satu alesan gue tetep seneng jadi single woles haha.”
“kurang asem lo, buruan ya.”
“siap komandan.”

Aku sudah memastikan tidak akan menghubunginya hari ini, aku akan seharian bersenang-senang dengan Echi, aku tidak perduli dengannya. Aku egois? Tidak dia yang egois.

“Ca, kita ke kafe sana dulu yuk?”
“mau ngapain? Lo belom sarapan?”
“udah sih.”
“dasar sapi, makan mulu.”
“gue mau nemuin temen bentar, ada urusan.”
“gebetan lu ya?”
“gak la, ini temen gue dari smp kali.”
“hmm yaudah deh. Jangan lama ya.”
“beres.”

Sudah satu jam kami menunggu yang katanya “temen” smpnya Echi. Seharusnya dia sudah datang dari tadi, mungkin dia tersesat di tengah hutan atau mungkin sudah di makan dinosaurus, entahlah.

“chi, cabut yuk? Bosen nungguin gebetan lu yang gak jelas dimana.”
Tiba-tiba datang seorang laki-laki bertubuh tinggi semampai, hidung mancung, berkulit putih, dengan gaya cool, namun manis sekali, beda jauh dengan Chiko.

“Chi, sorry ya lama. Tadi ngantri di pom bensin.”
“eh iya gak papa ta, kita juga baru nyampe. Ya gak ca?” baru? Si Echi bener-bener harus menginstal ingatannya, udah satu jam nungguin makhluk bernama Ta ini. Aku hanya balas dengan senyuman terpaksa perkataan Echi itu.

“ini siapa chi?” heh ini makhluk kepo lagi, ngapain juga nanya-nanya gue. Buruan aja urusan sama Echi apa, terus pulang, gue mau jalan sama Echi.

“oh, ini Chaca ta. Ca kenalin ini Tata, temen smp gue.”
“oh iya, gue Chaca.”
“iya, gue Tata. Eh katanya kamu jago bikin puisi ya?”
“enggak, biasa aja kok.”
“jangan merendah gitu, gue juga suka dunia sastra.” Dan dia menunjukkan sederet puisi dari memo di handphonenya, kami membicarakan banyak hal di kafe itu, hampir seharian kami disana. aku bosan? Tidak. Aku merasa nyaman berbicara panjang lebar dengan laki-laki ini. Aku kagum dengannya. Dia menyukai bidang yang sama denganku. Setidaknya dia lebih menghargai karyaku dari pada Chiko, yang selalu mentertawakan karya-karyaku yang menurutnya berlebihan. Bukankah dunia sastra itu banyak menggunakan makna yang berlebihan? Ahh dia saja yang tidak mengerti.

Pertemuan dengan laki-laki ini di akhiri dengan ..
“ca, boleh minta nomer handphone kamu gak? Minimal pin bb lah.”
“buat apa ya?”
“buat sharing aja.”
“oh, yaudah nih.”

Aku mengakui bahwa dia mungkin sosok yang aku impikan, dia hampir memenuhi semua kriteriaku mengenai laki-laki. Dan entahlah, mungkin aku hanya sekedar kagum (baca:suka).

***
hubungan yang di awali dengan puisi itu ternyata berjalan cukup lama, sekitar 2 bulan mungkin. Dia memperlakukanku begitu manis, aku sangat terkesan dengan semua tingkahnya. Apa aku menyukai laki-laki ini? Ahh tidak, aku tidak boleh menyukainya. Aku masih punya Chiko. Yaa aku masih memiliki rasa sayang dengan Chiko yang mulai membosankan.

“Ca .. Chaca .. “ itu seperti suara papa.
“hah, kenapa pa?”
“sini, turun sebentar.”
“iya pa iya”
sambil memberikan kotak berukuran sedang padaku papa menjelaskan ..
“nih papa kemarin pulang kantor liat ini. Kamu masih suka doraemon kan?”
“iyadong pa, aku buka ya?”
“iya, buruan.”
“hah, handphone? Casingnya doraemon? Ya ampun papa lucu banget, makasih ya pa.”
Yaa komunikasi kami terputus saat aku mengganti bb pemberian papa dan lupa menyimpan pin bbnya terlebih dahulu. Jika memang dia niat menghubungiku, bisa saja dia menanyakannya pada Echi. Ini sudah memasuki bulan ke 3 sejak komunikasi itu mati total, ia tak pernah lagi menemuiku atau sekedar menitipkan salamnya untukku pada Echi. Diam-diam aku menunggu, aku selalu menunggu kabar darinya. Aku selalu menunggu kehadiran sosoknya, lagi. Aku merasa sedikit berdosa pada Chiko yang jelas-jelas sudah menemani hari-hariku selalu beberapa tahun terakhir, aku merasa ada yang salah dengan diriku. Setiap hari aku bertanya pada harapan-harapanku “kemana dia pergi? Kemana dia sekarang? Dimana dia? Mengapa tak kunjung memberiku kabar? …” dan masih segudang pertanyaan yang membatin di hatiku.

***
Semua pertanyaanku itu terjawab saat itu, aku sedang pergi bersama Chiko ke sebuah mall. Seperti biasanya kami selalu ribet menentukan mau makan dimana dan mau makan apa. Tiba-tiba saja jutaan karunia Tuhan yang di wujudkan dalam tetesan air itu mulai mengguyur kami. Chiko mengajakku berlari untuk masuk ke sebuah kafe kecil tak jauh berada di depan kami, karena dia tahu aku alergi dengan air hujan. Aku duduk tepat di meja nomor 15, aku duduk di sebelah kanan Chiko. Aku hanya memesan jus pokat tanpa gula, sedangkan Chiko memesan ayam bakar dan capuchino hangat favoritnya.

“udah jadi bapak-bapak ya kamu yng?”
“kok gitu?”
“habisnya kamu minum kopi mulu, persis kayak bapak-bapak.”
“iya bapak dari anak-anak kamu nanti ya haha.”
“apaan sih.”
“ngegombal yng ceritanya.”

Aku tediam saat mataku melihat sepasang kekasih yang terburu-buru masuk karena di luar hujan sedang lebat-lebatnya. Wanita itu terlihat begitu bahagia bersama kekasihnya. Tunggu dulu, sepertinya aku mengenal laki-laki itu. hah?! Aku tidak salah kan? ITU TATA BERSAMA SEORANG WANITA YANG AKU YAKIN ITU ADALAH KEKASIHNYA. Inikah jawaban mengapa dia pergi? Jujur saja aku hatiku tidak memberikan respon apapun atas yang di beritahukan pandanganku saat ini. Aku hanya sedikit kecewa, mungkin karena aku sudah menaruh sedikit harap padanya.

“eh yng, lg ngomong nih dengerin kenapa?”
“ah, iya yng. Jadi gimana?”
“kamu gak dengerin aku ngomong ya? Kenapa kamu ngeliatin orang itu mulu sih yng? Temen kamu?”
“gak, kayaknya mereka bahagia banget ya yng?”
“ya enggakla yng.”
“sotoy banget sih.”
“bahagiaan juga aku.”
“emang kamu kenapa?”
“Aku sudah memilih dan memiliki seorang gadis jutek yang lucu, yang cerewet, suka ngambek, suka marah-marah, keras kepala, tapi aku sungguh menyayanginya.”
“hah?”
“iya, itu kamu. Aku tahu banyak yang jauh lebih dari kamu. Tapi aku juga sadar, di luar sana masih banyak orang-orang yang jauh berada di atasku. Namun, kamu tetap berada disini bukan? Kamu masih mau menemani hari-hariku. Kamu masih rajin memarahiku. Dan karena itulah aku sudah tidak mau berpaling dan hanya akan menyayangi kamu.”
Chiko mencium lembut keningku, entah mengapa tiba-tiba saja dia menjadi begitu puitis.
“iya yng, aku juga sayang banget sama kamu.”

Ini merupakan suatu tamparan yang keras untukku. Aku tahu dia bukan seorang Khalil Gibran yang pandai bersajak, atau mungkin seorang Ade Rai yang kuat dan gagah, atau mungkin seorang Mario Teguh yang bijak dalam berbicara, atau bahkan mungkin seorang Dedy Corbuzier yang selalu penuh dengan keajaiban, yaa dia hanya Chiko. Dia manja, dia cerewet, dia tidak romantis, dia tidak puitis, dia hanya humoris dan sikapnya kadang terkesan sangat manis. Dan dialah laki-laki pujaanku. Maafkan aku. Aku menyayangimu.

Rabu, 26 Juni 2013

Aku masih berdiri di sini, merindukanmu ..


Aku bodoh, aku menanti seseorang yang entah peduli atau tidak denganku. Tetapi, dimana pun kamu berada percayalah, aku akan selalu merindukanmu.

***
Alarm belum terdengar di telingaku, tapi entah siapa yang sengaja menggangguku pagi ini. Handphoneku terus berdering dari tadi. Aku malas mengangkatnya, aku pikir itu hanya Echi, sepupuku yang sengaja mengganggu tidurku karena dia tahu semalaman aku mengerjakan tugas, dan aku sama sekali belum tidur. Karena handphone itu ngotot sekali minta di angkat, akhirnya aku mengangkat perlahan telpon yang entah siapa itu.

“halo.”
“halo kakak?”
“siapa ini?”
“amel kak.”
“oh, kenapa dek?”
“kakak lagi dimana?”
“dirumah, baru mau tidur. Kenapa?”
“jam 6 nanti mama di operasi kak, kakak bisa kesini?”
“hah?” sontak saja aku terkejut mendengar perkataan Amel, adik sepupuku itu.
“siapa yang di operasi? Sakit apa? Kenapa baru ngabarin sih.”
“mama kak, kista udah 3 cm. kakak kesini ya? Amel takut kak…..” lalu terdengar suara tangisan adik sepupuku itu.
“iya, kakak prepare dulu ya. Di rawat dimana mama?”
“di ruang melati, kamar nomer 1b kak.”
“oh, yaudah jangan nangis gitu ah, bentar lagi kakak kesana kok.”
“iya kak, buruan.”

Bergegas aku move on dari tempat tidur yang aku tahu pasti dia sangat sedih jika aku tinggalkan sekarang, tapi yaa aku harus menyusul adikku itu kasian dia. Aku mengganti pakaian tanpa mandi lagi, karena aku tidak mau adikku itu ketakutan, aku sudah tahu bagaimana perasaan menunggu di luar ruangan operasi. Aku memanggil kakak-kakakku, tapi mereka tidak ada dan aku rasa rumah ini sudah kosong, keterlaluan sekali tidak ada yang mengajakku. Aku langsung saja tancap gas ke rumah sakit. Sesampai di rumah sakit aku langsung belari berhambur menuju ruang operasi. Aku tidak menemukan amel disana. Mungkin operasinya sudah selesai, dan mereka sudah berkumpul di ruangan tempat dimana mama di rawat.

***
Aku berjalan di lorong rumah sakit yang sepertinya tidak asing lagi bagiku, aku sepertinya sudah sering berada di sini. Tapi yang aku tak ingat kapan aku berada di sini, sepertinya aku sudah berusaha keras melupakan tempat ini. #JLEBBBB ruangan di depan mataku itu mengingatkan aku semuanya, atmosfer sontak berubah seperti beberapa waktu yang lalu. Otakku dengan cepat menayangkan film lengkap di memoriku yang rasanya dulu sudah pernah aku coba hapus. Ahh sial, aku belum menghapusnya. Aku lupa menekan tombol “ok” untuk setuju menghapusnya. Aku bodoh. Aku kembali lagi ke tempat ini, dengan suasana ini, dengan semua orang ini lagi. Aku mencoba menganggap pertemuan beberapa lalu itu tidak pernah ada, tidak pernah terjadi, tapi maaf aku tidak bisa, memoriku terus memutar semua kenangan indah yang kau ciptakan dengan instan namun berkesan. Sungguh, di telingaku masih berbisik suara lembutmu, di mataku masih terekam senyuman manismu, aku masih terbayang teduhnya hatiku jika melihat wajahmu, aku masih mengingat  dengan jelas panggilan sayang yang dulu kau ucapkan untukku. Aku tidak pernah mau menjadi orang munafik, sungguh aku merindukanmu.

***
Aku hampir melupakan tujuanku kerumah sakit ini, amel dimana sekarang. Aku segera berlari menuju ruangan melati, syukurlah di sana sudah ada mama dan amel yang baik-baik saja.

“kakak dari mana saja?”
“ah, kakak lupa ruangannya disini, tadi nanya-nanya bentar sama perawatnya.”
“oh, kirain kakak gak jadi kesini.”
“maaf ya  dek?”
“iya kak, gakpapa kok.”
“gimana ma? Udah mendingan?”
“ini lo kak, kok terasa sakit, ngilu, nyeri gitu ya.”
“mungkin efek biusnya udah habis kali ma, ntar aku tanyain ada injeksi gak buat mama.”
“kata susternya tadi jam 4 kak ada injeksi.”
“oh, yaudah ma, bentar lagi ini.”

Tiba-tiba satpam masuk keruangan dan memintaku untuk keluar karena jam besuk sudah habis. Sekitar 1 jam lagi baru boleh masuk kembali. Aku menunggu di luar, duduk di belakang suami istri yang kelihatan begitu harmonis. Sebenarnya agak ilfil juga melihat suami istri yang kasmaran seperti ini.

“hey, ki ngapain di sini? Nyariin pacarmu ya?” kak ziah datang mengagetkanku.
“hah? Pacar? Enggaklah kak, kiki lgi nungguin mama kiki habis operasi tadi.”
“haha iya deh percaya, masuk keruangan kakak aja yuk, ngapain di sini.”

Aku berdiri persis dimana dulu aku sering bertukar cerita dengannya. Yaa aku masih membicarakan seseorang yang secara tidak sengaja mempertemukan kami persis di di ruangan ini, sapaannya yang begitu hangat, serta cendaannya yang begitu melekat membuatku semakin teringat. 2 bulan aku menjalani komunikasi yang cukup akrab dengannya, ia selalu menelponku saat istirahat makan siang tau malam sebelum kami tertidur. Tapi ia menghilang begitu saja bagai di telan bumi. Ia tak pernah menghubungiku lagi, bukannya aku tidak mau menghubunginya aku sudah pernah mencoba dan yang aku dapatkan nomer handphonenya sudah tidak aktif lagi. Aku mungkin hanya korban dari harapan palsunya, namun aku tetap menikmati harapan palsu yang dia berikan untukku. Meskipun panggilan sayang untukku dulu itu hanya berpura-pura, tapi aku mohon kembalilah berpura-pura menyayangiku sampai pada akhirnya kau lupa jika kau sedang berpura-pura. Entah sekarang dimana jwamu berada, aku masih menitipkan setengah hatiku padamu. Terima kasih telah hadir di hidupku, terima kasih untuk rasa sakit itu. Aku merindukanmu.

Jumat, 21 Juni 2013

Kamu mampu menyadarkan aku


Dia, orang yang sudah aku sakiti mampu merubah pola pikirku, mampu merubahku, dan telah mengajarkan aku arti cinta dan kehidupan ..

***
Aku sedang melamun di meja kerjaku, kebetulan sekali hari ini tidak ada tugas untukku. Memang ini sepantasnya aku dapatkan karena kemarin aku lembur hingga malam hari, dan seharusnya aku masih tidur sekarang ini. Tiba-tiba saja handphoneku berdering yang seketika mengejutkan aku. Sebuah bbm dari orang yang aku sayangi dulu, ya ini bbm dari mantan kekasihku.

“Siang za, masih ngantuk ya gara-gara ngerjain tugas semalem?
Udah makan siang belom? Bareng yuk aku di lobi nih”

Aku melihat jam tanganku, benar saja ini sudah pukul 13.00 aku sama sekali tidak lapar, yang aku inginkan sekarang hanya tidur.

“Iya nih, masih ngantuk banget ki.
Gak deh, kamu aja males makan gua
Salam aja sama abang kantinnya yah haha”

“oh yaudah za, gua duluan ya. Ntar lo sakit bukan salah gua lagi lo”

“iyaa bawel ah”

mantan kekasihku itu memang satu kantor denganku, aku putus dengannya sudah sekitar 3 tahun yang lalu, hanya karena kami sibuk dengan urusan masing-masing, ahh tidak bukan karena itu, kami putus karena aku …. Aku ketahuan selingkuh.

***
aki ingat ketika aku masih berstatuskan sebagai mahasiswa, aku adalah manusia terjahat yang pernah ada, mungkin aku satu-satunya makhluk yang tidak punya hati saat itu. Rekor terbesarku ialah memacari 7 wanita sekaligus, dan aku bangga akan itu, dulu. Nova, dinda, intan, devi, evi, kiki, dan masih banyak lagi adalah sederet wanita yang berhasil aku tipu, aku tipu dengan perasaan palsuku. Yang aku tahu dulu, jika mempunyai banyak wanita menunjukkan sosok laki-lakiku, menunjukkan kalau aku benar seorang yang di cintai, dan aku memang seharusnya layak untuk di cintai banyak wanita. Aku tampan, otakku lumayan, dan aku berasal dari keluarga yang cukup mapan, lantas apa alasan wanita tidak mau menerima cintaku? Atau lebih tepatnya cinta palsuku. Aku tidak pernah berpacaran lebih dari 6 bulan, terakhir aku berpacaran dengan kiki kurang lebih 3 bulan, kiki adalah mantan terbaikku sampai saat ini. Hanya dia mantan yang sampai saat ini masih berhubungan baik denganku, ia masih sering memperhatikanku, masih sering mengingatkanku untuk makan, atau yang lainnya, dia juga sering menemaniku mengerjakan tugas atau sekedar minum kopi bersama. Dan aku pikir kiki masih mencintaiku, tapi yang tidak aku mengerti mengapa dia masih sudi mengenalku? Laki-laki yang jelas sudah mengkhianatinya 3 tahun yang lalu. Parahnya aku mengkhianatinya dengan Nova, sahabatnya sendiri. Setelah aku pikir-pikir memang aku keterlaluan, aku datang di kehidupannya hanya untuk menghancurkan persahabatan dan tentu saja menyakiti hatinya. Tak hanya sekedar sering mempermainkan perasaan wanita, aku juga terkenal nakal di kampus, bukan sekali dua kali aku di panggil dekan karena aku berbuat ulah, aku sering sekali bolos kuliah hanya untuk nongkrong-nongkrong tidak jelas bersama teman-temanku. Entah mengapa aku begitu menjijikan dulu. Aku hampir tidak menghargai hidupku sendiri.

***
di suatu pagi, melihat kiki sedang lari pagi di seputaran kompleks. Tentu saja aku mendekatinya, dan Karena aku tahu dia pasti sengaja lewat depan rumahku untuk bertemu denganku.

“hei, ki.”
“eh elu za.”
“tumben ki, lari pagi.”
“iya nih, udah gendut gini, mau jadi apa nanti kalo gak olahraga.”
“segini gendut? Berat badan kamu brp sih ki?”
“45 za, biasaya 43.”
“ampun deh, cewek cuma 2 kilo doang ribet.”
“haha kamu sih gak ngerti za, cewek beda sama cowok.”
“iya beda la ki, masa iya cowok cewek sama.”
“eh za, pacar lu sekarang berapa?”
“hah? Gua lagi jomblo nih, kenapa? Mau balikan? Hayooo.”
“balikan sama kamu? Haha.”
“lo kenapa?”
“aku pulang dulu ya za, udah siang laper.”

Entah kenapa, kali ini kiki tidak menjawab pertanyaanku tentang itu, aku tahu kiki masih mengharapkan aku, aku tahu rasa sayang kiki masih ada untukku, dan aku sangat tahu itu. Tidak mungkin dia masih mau memperhatikan aku jika ia sudah benar-benar tak ada rasa padaku,  ah sudalah mungkin dia tidak mendengar perkataanku tadi.

***
Belakangan ini kiki sangat jarang mengajakku makan siang, biasanya dia selalu memaksaku untuk makan siang bersamanya. Ini sudah pukul 13.45 dan handphoneku sepi, beberapa kali aku menatap layar handphoneku itu, tidak ada sesuatu disana. Tanpa kusadari aku menantikan telpon dari kiki. Aku menunggunya memaksaku makan siang bersamanya, dan entah mengapa sekarang dia tidak menelponku, mungkin dia juga tidak makan siang, aku akan keruang kerjanya saja siapa tahu saja dia menyiapkan makan siang untukku dari rumah seperti waktu itu. Aku sedikit kecewa melihat ruangan itu kosong, sepertinya kiki pergi makan siang dengan teman-temannya. Tak lama, kiki masuk ke ruangannya dengan wajah berseri-seri.

“eh, ki gua benci sama lo. Apa-apaan makan siang nggak ngajak gue, lo udah punya pacar ya? Sialan tuh pacar lo.”
“pacar? Ah tidak, aku makan siang bersama teman-temanku. Lagi pula bukannya kamu selalu marah jika aku paksa untuk makan siang bersamaku.”
Aku hanya terdiam, benar saja aku selalu marah padanya jika ia mengajakku makan siang.

“ah, itu alesan kamu doang kan? Kamu udah punya pacar kan? Kamu udah ak butuh gua lagi kan?”
“kalo gue punya pacar emang kenapa za? Gak boleh?”
“bukannya gitu …”
“kamu gak ada hak dong buat ngelarang aku, kita kan cuma temen.”
Apa yang di katakan kiki memang benar, aku dan dia hanya teman, tak lebih dari itu. Kebetulan saja dulu kami pernah bersama dan kembali bertemu di tempat kerja ini. Aku tidak ada hak. Setelah perubahan sikap kiki padaku, aku selalu merasa uring-uringan di kantor, rasanya aku tidak mau lagi bertemu dengannya. Ada apa dengan diriku? Mengapa aku tidak suka jika kiki mungkin saja sudah punya pacar? Aku bukan siapa-siapanya. Lagi pula aku tidak peduli. Tidakkk, aku masih peduli padanya, aku masih menyayanginya. Aku baru menyadari itu semua. Dan aku memutuskan untuk menumuinya seusai jam kantor. Aku menelpon kiki berkali-kali, namun tidak ada jawaban sama sekali, biasanya kiki selalu mengangkat telpon pertamaku, tapi ini sudah yang ke tujuh kali. Itukan biasanya L tidak aku tidak boleh menyerah, aku harus mengatakan perasaanku pada kiki, harus. Aku tidak mau jika dia punya penggantiku, aku tidak akan rela.

“kok baru di angkat sih ki? Darimana aja?”
“eh iya maaf za, tadi di toilet handphone di ruangan, kenapa?”
“pulang ini kamu ada acara?”
“enggak sih, tapi gue mau langsung pulang nih capek. Besok mau ada metting, jam 6 pula.”
“enggak, gak boleh pulang. Temenin aku ngopi dulu, aku mohon.”
“kamu memohon za?”
“iya, mau ya?”
“yaudah, yuk pulang udah sore ntar kemaleman lagi, kamu kan gak bisa kena angina malem.”
Sekali lagi wanita yang sudah jelas-jelas ku sakiti ini mengingatkan aku, betapa perhatiannya dia padaku.

“kamu kenapa berubah?”
“berubah apanya?”
“sikap kamu ke aku, nyebelin tau.”
“hah? Emang kamu peduli za?”
“aku gak tau ini rasa sayang atau bukan, yang jelas aku butuh kamu ki, aku butuh kamu buat ngebawelin aku, aku kehilangan kamu beberapa hari ini, karena kamu gak merhatiin aku lagi, kamu kemana?”
“aku mencoba menjauh za dari kamu, aku udah capek….”
Seketika airmata kiki turun dengan perlahan ..

“aku udah capek nungguin kamu, udah capek merhatiin kamu, cepek bawelin kamu, karena apa? Karena kamu gak pernah za peduliin aku, aku capek, sakit za, sakit banget.”
“aku tahu aku salah, aku gak peka sama kamu, aku minta maaf ya.”
“maaf? Terlamabat za terlambat 3 tahun, kemana kata maaf kamu dulu? Kemana hati kamu saat kamu selingkuh dengan sahabat aku sendiri? Aku gak akan pernah lupain itu za, gak akan.”
“aku mohon ki, jangan buat aku hancur.”
“jangan bilang hancur di depan gua, kamu gak taukan hancurnya aku dulu gimana? Aku sayang banget za sama kamu. Kamu pergi gitu aja, kamu gak minta maaf kamu gak pernah berusaha buat ngejelasin sesuatu.”
“aku tau ki, aku bodoh, kamu udah nyadarin aku, lihat sekarang kamu udah berhasil buat aku berubah buat aku jadi seorang karyawan kantor yang sukses, jauh lebih sukses dari pada kamu. Aku berterima kasih sekali sama kamu, kamu segalanya ki. Aku mohon ki kembali ya sama aku.”
“kembali?”
“iya ki, aku ingin kita pacaran lagi.”
“kita kembali lagi? Buat apa? Buat nyakitin aku lagi?”
“sumpah ki, gak bakal lagi, sumpah.”
“buat apa kita balikan, kita gak pernah putus kamu gak pernah ngucapin kalimat putus ke aku za.”
Aku langsung memeluk wanita ini, wanita yang selalu mengisi hari-hariku. Tanpa aku sadari, dia telah mengubah sosokku menjadi seorang laki-laki, aku sudah mengerti betapa kita harus menghargai sesuatu yang sudah kita punya. Karena apa? Karena kita akan merasa sangat kehilangan apabila dia sudah pergi. Dan aku tahu hidup kita tidak akan pernah puas, kalau kita tidak pernah bersyukur. Terima kasih kiki J

RUU KUHP (?)

         Selamat malam, perkenalkan saya Haqkida Kancana. Belakangan ini begitu banyak aksi menolak disahkan RUU KUHP (Kitab Und...