Aku
bodoh, aku menanti seseorang yang entah peduli atau tidak denganku. Tetapi,
dimana pun kamu berada percayalah, aku akan selalu merindukanmu.
***
Alarm
belum terdengar di telingaku, tapi entah siapa yang sengaja menggangguku pagi
ini. Handphoneku terus berdering dari tadi. Aku malas mengangkatnya, aku pikir
itu hanya Echi, sepupuku yang sengaja mengganggu tidurku karena dia tahu
semalaman aku mengerjakan tugas, dan aku sama sekali belum tidur. Karena handphone
itu ngotot sekali minta di angkat, akhirnya aku mengangkat perlahan telpon yang
entah siapa itu.
“halo.”
“halo
kakak?”
“siapa
ini?”
“amel
kak.”
“oh,
kenapa dek?”
“kakak
lagi dimana?”
“dirumah,
baru mau tidur. Kenapa?”
“jam
6 nanti mama di operasi kak, kakak bisa kesini?”
“hah?”
sontak saja aku terkejut mendengar perkataan Amel, adik sepupuku itu.
“siapa
yang di operasi? Sakit apa? Kenapa baru ngabarin sih.”
“mama
kak, kista udah 3 cm. kakak kesini ya? Amel takut kak…..” lalu terdengar suara
tangisan adik sepupuku itu.
“iya,
kakak prepare dulu ya. Di rawat dimana mama?”
“di
ruang melati, kamar nomer 1b kak.”
“oh,
yaudah jangan nangis gitu ah, bentar lagi kakak kesana kok.”
“iya
kak, buruan.”
Bergegas
aku move on dari tempat tidur yang aku tahu pasti dia sangat sedih jika aku
tinggalkan sekarang, tapi yaa aku harus menyusul adikku itu kasian dia. Aku
mengganti pakaian tanpa mandi lagi, karena aku tidak mau adikku itu ketakutan,
aku sudah tahu bagaimana perasaan menunggu di luar ruangan operasi. Aku memanggil
kakak-kakakku, tapi mereka tidak ada dan aku rasa rumah ini sudah kosong,
keterlaluan sekali tidak ada yang mengajakku. Aku langsung saja tancap gas ke
rumah sakit. Sesampai di rumah sakit aku langsung belari berhambur menuju ruang
operasi. Aku tidak menemukan amel disana. Mungkin operasinya sudah selesai, dan
mereka sudah berkumpul di ruangan tempat dimana mama di rawat.
***
Aku
berjalan di lorong rumah sakit yang sepertinya tidak asing lagi bagiku, aku
sepertinya sudah sering berada di sini. Tapi yang aku tak ingat kapan aku
berada di sini, sepertinya aku sudah berusaha keras melupakan tempat ini. #JLEBBBB
ruangan di depan mataku itu mengingatkan aku semuanya, atmosfer sontak berubah
seperti beberapa waktu yang lalu. Otakku dengan cepat menayangkan film lengkap
di memoriku yang rasanya dulu sudah pernah aku coba hapus. Ahh sial, aku belum
menghapusnya. Aku lupa menekan tombol “ok” untuk setuju menghapusnya. Aku
bodoh. Aku kembali lagi ke tempat ini, dengan suasana ini, dengan semua orang
ini lagi. Aku mencoba menganggap pertemuan beberapa lalu itu tidak pernah ada,
tidak pernah terjadi, tapi maaf aku tidak bisa, memoriku terus memutar semua
kenangan indah yang kau ciptakan dengan instan namun berkesan. Sungguh, di
telingaku masih berbisik suara lembutmu, di mataku masih terekam senyuman
manismu, aku masih terbayang teduhnya hatiku jika melihat wajahmu, aku masih mengingat
dengan jelas panggilan sayang yang dulu
kau ucapkan untukku. Aku tidak pernah mau menjadi orang munafik, sungguh aku
merindukanmu.
***
Aku
hampir melupakan tujuanku kerumah sakit ini, amel dimana sekarang. Aku segera
berlari menuju ruangan melati, syukurlah di sana sudah ada mama dan amel yang
baik-baik saja.
“kakak
dari mana saja?”
“ah,
kakak lupa ruangannya disini, tadi nanya-nanya bentar sama perawatnya.”
“oh,
kirain kakak gak jadi kesini.”
“maaf
ya dek?”
“iya
kak, gakpapa kok.”
“gimana
ma? Udah mendingan?”
“ini
lo kak, kok terasa sakit, ngilu, nyeri gitu ya.”
“mungkin
efek biusnya udah habis kali ma, ntar aku tanyain ada injeksi gak buat mama.”
“kata
susternya tadi jam 4 kak ada injeksi.”
“oh,
yaudah ma, bentar lagi ini.”
Tiba-tiba
satpam masuk keruangan dan memintaku untuk keluar karena jam besuk sudah habis.
Sekitar 1 jam lagi baru boleh masuk kembali. Aku menunggu di luar, duduk di
belakang suami istri yang kelihatan begitu harmonis. Sebenarnya agak ilfil juga
melihat suami istri yang kasmaran seperti ini.
“hey,
ki ngapain di sini? Nyariin pacarmu ya?” kak ziah datang mengagetkanku.
“hah?
Pacar? Enggaklah kak, kiki lgi nungguin mama kiki habis operasi tadi.”
“haha
iya deh percaya, masuk keruangan kakak aja yuk, ngapain di sini.”
Aku
berdiri persis dimana dulu aku sering bertukar cerita dengannya. Yaa aku masih
membicarakan seseorang yang secara tidak sengaja mempertemukan kami persis di
di ruangan ini, sapaannya yang begitu hangat, serta cendaannya yang begitu
melekat membuatku semakin teringat. 2 bulan aku menjalani komunikasi yang cukup
akrab dengannya, ia selalu menelponku saat istirahat makan siang tau malam
sebelum kami tertidur. Tapi ia menghilang begitu saja bagai di telan bumi. Ia
tak pernah menghubungiku lagi, bukannya aku tidak mau menghubunginya aku sudah
pernah mencoba dan yang aku dapatkan nomer handphonenya sudah tidak aktif lagi.
Aku mungkin hanya korban dari harapan palsunya, namun aku tetap menikmati
harapan palsu yang dia berikan untukku. Meskipun panggilan sayang untukku dulu
itu hanya berpura-pura, tapi aku mohon kembalilah berpura-pura menyayangiku
sampai pada akhirnya kau lupa jika kau sedang berpura-pura. Entah sekarang
dimana jwamu berada, aku masih menitipkan setengah hatiku padamu. Terima kasih
telah hadir di hidupku, terima kasih untuk rasa sakit itu. Aku merindukanmu.