Sabtu, 21 September 2019

RUU KUHP (?)


         Selamat malam, perkenalkan saya Haqkida Kancana. Belakangan ini begitu banyak aksi menolak disahkan RUU KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana). Saya bukan dari kalangan akademisi hukum atau ahli ilmu hukum, namun saya tertarik membaca dan memahami mengenai RUU KUHP karena ini menyangkut keberlangsungan hukum yang ada di Indonesia dan saya menemukan beberapa pasal yang agak “janggal”.
            Yang pertama mengenai Pasal 470 RUU KUHP, yaitu koban perkosaan yang sengaja menggugurkan kandungan bisa dipidana penjara 4 tahun. Terkait hukuman tindakan aborsi, tercantum dalam Pasal 251, 470, 471 dan 472 RUU KHUP.
°     Pasal 251 ayat (1) dan (2) menyebutkan, "Orang yang memberikan obat atau meminta perempuan untuk menggugurkan kandungan bisa dipenjara empat tahun. Sementara mereka yang melakukan tindakan tersebut saat menjalankan profesi bisa dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak."
°      Pasal 470 ayat (1); (2) dan (3), perempuan yang memilih menggugurkan kandungan atau meminta orang lain untuk melakukannya dijatuhi hukuman pidana empat tahun. Jika pengguguran kandungan dilakukan tanpa persetujuan, pelaku terancam pidana 12 tahun. Sedangkan jika aborsi menyebabkan kematian ibu hamil, pelaku dipindana paling lama 15 tahun.
°      Pasal 417 ayat (1) dan (2) yang menjelaskan, pelaku yang melakukan tindakan aborsi atas izin yang bersangkutan dikenai hukuman pidana paling lama lima tahun. Pun bila tindakan tersebut menyebabkan kematian ibu hamil, pelaku terancam penjara 8 tahun.
°    Pasal 472 menyebutkan dokter, bidan, para medis dan apoteker yang membantu proses aborsi mendapat hukuman tambahan 1/3 pidana utama dan dicabut haknya. Berbeda halnya dengan dokter yang menggugurkan kandungan korban perkosaan dengan alasan darurat medis,  tidak dikenai hukuman pidana.
            Saya menganut islam, dan saya seorang muslim. Dan menurut ketua MUI "korban perkosaan dapat melakukan aborsi selama usia kehamilanya belum mencapai usia 40 hari, sebab teraniaya bukan karena dikehendaki melainkan karena paksaan seseorang”
Lalu silahkan baca Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia mengatur prihal Hak perempuan salah satunya tentang jaminan hak reproduksi perempuan, yaitu Pasal 49 ayat (3) menyebutkan: “Hak khusus yang melekat pada diri perempuan dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum.”
Pasal 72 UU Kesehatan. Hak-hak reproduksi adalah merupakan hak-hak asasi manusia, dan dijamin oleh undang- undang. Hak-hak reproduksi tersebut mencakup:
a.  Menjalani kehidupan reproduksi dan kehidupan seksual yang sehat, aman, serta bebas dari paksaandan/atau kekerasan dengan pasangan yang sah.
b.     Menentukan kehidupan reproduksinya dan bebas dari diskriminasi, paksaan, dan/atau kekerasan yang menghormati nilai-nilai luhur yang tidak merendahkan martabat manusia sesuai dengan norma agama.
c.     Menentukan sendiri kapan dan berapa sering ingin bereproduksi sehat secara medis serta tidak bertentangan dengan norma agama.
d.     Memperoleh informasi, edukasi, dan konseling mengenai kesehatan reproduksi yang benar dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Menurut penafsiran saya Negara memberi perlindungan dan hak penuh atas segala hal yang berkaitan dengan reproduksi wanita (tolong koreksi jika salah), dan dengan kata lain perempuan berhak menentukan kapan untuk hamil tanpa ada paksaan, kekerasan atau diskriminasi (seperti halnya perkosaan). Dalam banyak kasus perkosaan yang terjadi, perempuan adalah pihak yang paling dirugikan. Lalu muncul pasal yang demikian, apakah kalian lupa bahwa ada Pasal 72 UU Kesehatan ?
            Yang kedua Pasal 432 menyatakan, setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang mengganggu ketertiban umum dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I. Adapun dalam pasal 49, pidana denda kategori I yakni sebesar Rp 1 juta.
            Pasal mengenai gelandangan sebenarnya sudah diatur dalam KUHP sebelum revisi, tetapi dengan ancaman pidana yang berbeda. Pasal 505 Ayat (1) menyertakan, barangsiapa bergelandangan tanpa mempunyai mata pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan. Kemudian, dalam Pasal 505 ayat (2) diatur, pergelandangan yang dilakukan bersama-sama oleh tiga orang atau lebih, yang masing-masing berumur di atas 16 tahun, diancam dengan pidana kurungan paling lama enam bulan. Mungkin dalam pasal diatas banyak yang setuju namun keberadaan pasal tersebut justru bertentangan dengan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara.
            Yang ketiga Revisi Undang-Undang Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan (RUU PAS), sejumlah pasal dalam revisi UU Pemasyarakatan tersebut memberikan hak-hak napi, dari remisi hingga cuti bersyarat. Pasal 9 dan 10 yang memberi hak rekreasi dan cuti bersyarat kepada napi. Pasal yang dimaksud mengatur hak narapidana untuk mendapatkan kegiatan rekreasional yang diatur dalam pasal 9 huruf c dan cuti bersyarat yang diatur dalam pasal 10 ayat 1 huruf d. Narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa terkecuali juga berhak atas :
1.     remisi;
2.     asimilasi;
3.     cuti mengunjungi atau dikunjungi keluarga;
4.     cuti bersyarat;
5.     cuti menjelang bebas;
6.     pembebasan bersyarat; dan
7.     hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
            Lalu kemarin sempat ada anggota legislatif yang mengatakan bahwa cuti tersebut bisa digunakan untuk jalan-jalan ke mall. I’m sorry, are u kidding me? Tujuan adanya pidana jika warga Negara melakukan pelanggaran atau kejahatan adalah untuk memberikan efek jera. Saya ulangi UNTUK MEMBERIKAN EFEK JERA. Memang benar, narapidana akan didampingi oleh petugas namun apakah jumlah petugas dilapas sama banyak dengan jumlah narapidana? Bukankah Menkum HAM menyebutkan sudah banyak rutan yang overkapasitas? Selain aneh, mereka yang dipenjara itu bukan sedang bekerja jadi untuk apa diberikan hak cuti? Setelah mereka melakukan kejahatan Negara masih baik dengan menanggung kehidupan mereka selama dipenjara. Menkum HAM menyebutkan biaya makan untuk narapidana dalam sebulan mencapai 1 triliyun (iya, satu triliyun). Sudah diberi makan gratis, lalu diberi hak untuk cuti, dimana lagi efek jeranya?
            Yang keempat dalam RUU KUHP, ancaman ke koruptor diperingan. Selain hukuman minimal turun menjadi 2 tahun, ancaman denda turun dari minimal Rp 200 juta menjadi Rp 10 juta. Pasal 604 RUU KUHP itu berbunyi: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori VI.
            Jadi gini wak, kau revisi pasal dan dibuat menjadi lebih ringan untuk orang yang melakukan extraordinary crime ? Uang Negara yang diambil dari rakyat itu digunakan untuk kesejahteraan rakyat bukan untuk memperkaya wakil-wakil rakyat. Saya ulangi lagi BUKAN UNTUK MEMPERKAYA WAKIL-WAKIL RAKYAT.
            Yang kelima Pasal 70 ayat 1 huruf b yang berbunyi "Dengan tetap mempertimbangkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 54, pidana penjara sedapat mungkin tidak dijatuhkan jika ditemukan keadaan terdakwa berusia di atas 75 (tujuh puluh) tahun,"
            Selain terdakwa yang berusia 75 tahun, RUU KUHP menyarankan hakim tidak menjatuhkan pidana penjara kepada:
1.     terdakwa adalah Anak;
2.     terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana;
3.     kerugian dan penderitaan Korban tidak terlalu besar;
4.     terdakwa telah membayar ganti rugi kepada Korban;
5.    terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak Pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar;
6.     tindak pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain;
            Lupa kasus mantan Bupati Bangkalan Fuad Amin dihukum di usia 69 tahun karena terlibat korupsi selama 10 tahun lebih. Hasil korupsinya lebih dari Rp 400 miliar. Ia dihukum 13 tahun penjara dan seluruh asetnya dirampas negara. Lalu I Wayan Rubah terlibat korupsi di usia 89 tahun karena menjual lahan tanah hutan rakyat di kawasan Jimbaran, Bali. Ia dihukum 4 bulan penjara. Jadi seberat apapun kesalahan, pelanggaran, dan kejahatan yang dilakukan seseorang apa bila orang tersebut berusia 75 tahun ada baiknya tidak dipenjara? Ini berita baik untuk calon koruptor diluar sana HAHAHAHA
            Saya bangga Indonesia mampu membuat kitab undang-undang sendiri, setelah 1981 Indonesia telah membuat KUHAP. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih atas kinerja bapak ibu sekalian. Namun saya meminta dengan sangat untuk mempertimbangkan beberapa pasal yang agak “janggal” tersebut. Memang benar jika ada undang-undang yang dirasa belum tepat bisa mengajukan yudisial review ke Mahkamah Konstitusi. Tapi alangkah baiknya dilakukan peninjauan kembali akan RUU KUHP tersebut. Akhir kata, semoga Indonesia semakin sejahtera. Merdeka!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

RUU KUHP (?)

         Selamat malam, perkenalkan saya Haqkida Kancana. Belakangan ini begitu banyak aksi menolak disahkan RUU KUHP (Kitab Und...