Judul : SINTAKSIS Memahami
Satuan Kalimat Perspektif Fungsi
Pengarang : Miftahul Khairah dan
Sakura Ridwan
Penerbit : Bumi Aksara
Cetakan : Ke-1
Tahun terbit : 2014
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : 238 halaman
Kertas isi : HVS
Cover : Soft
Ukuran : 14 x 21
cm
Berat : 400 gram
Bab 2
Pengertian
Sintaksis dan Konsep Dasarnya
1. Sintaksis
adalah bagian dari subsistem tata bahasa menelaah hubungan fungsi antarsatuan
sintaksis, mulai dari kata hingga wacana, serta makna yang diperoleh dari
hubungan tersebut. Hubungan dalam klausa dan kalimat bersifat predikatif,
sedangkan hubungan dalam frasa bersifat nonprediktif.
2.
Satuan
bahasa yang dikaji dalam sintaksis adalah kata, frasa, klausa, kalimat, dan
wacana.
3.
Hubungan
fungsional dapat terpahami dengan baik, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu urutan kata, kelekatan unsur-unsur, intonasi, dan fungtor.
Bab 3
Pengertian Frasa
dan Hubungan Fungsi dalam Frasa
1.
Frasa
adalah satuan sintaksis yang tersusun atas dua kata atau lebih.
2.
Konstruksi
frasa berhubungan secara fungsional. Hubungan fungsi frasa dapat berupa
hubungan inti dan pewatas atau hubungan perangkai dari sumbu.
3.
Konstruksi
frasa tidak melebihi batas fungsi. Artinya, tidak melebihi batas fungsi unsur
klausa. Frasa itu selalu terdapat dalam unsur klausa, yaitu S, P, O, PEL, atau
K.
4.
Konstruksi
frasa bersifat nonprediktif.
5.
Frasa
dapat tersusun dari kata dan kata,
Contoh seminar nasional
Kata
Kata
6.
Frasa
juga dapat tersusun dari kata dan frasa,
Contoh beberapa mahasiswa Cina
Kata frasa
7.
Frasa
juga dapat tersusun dari frasa dan frasa,
Contoh seminar nasional bahasa Indonesia
Frasa frasa
Bab 4
Frasa Nominal
1.
Dalam
frasa nominal, yang berfungsi sebagai inti (unsur pusat) adalah nomina.
2.
Hubungan
masing-masing unsur dalam frasa nominal
a.
Pewatas
depan
ü
Hubungan
fungsional antara nomina sebagai inti
dan numeralia sebagai pewatas, serta makna gramatikal yang dihasilkan oleh
hubungan tersebut.
FN: Num + N
|
Pewatas
|
Inti
|
Makna
|
Enam
mahasiswa
|
Enam
|
Mahasiswa
|
Kuantitas (jumlah)
|
Tiga petani
|
Tiga
|
Petani
|
Kuantitas(jumlah)
|
Kelima hakim (itu)
|
Kelima
|
Hakim
|
Himpunan
|
Ketiga petani (ini)
|
Ketiga
|
Petani
|
Himpunan
|
ü
Hubungan
fungsional antara nomina sebagai inti dan adverbial
sebagai pewatas, serta makna gramatikal yang dihasilkan oleh hubungan tersebut.
FN: Adv + N
|
Pewatas
|
Inti
|
Makna
|
Buka halangan
|
Bukan
|
Halangan
|
Ingkar
|
Tanpa bunga
|
Tanpa
|
Bunga
|
Ketiadaan
|
Semua dosen
|
Semua
|
Dosen
|
Jumlah
|
Sejumlah pendapat
|
Sejumlah
|
Pendapat
|
Jumlah
|
b.
Pewatas
belakang
ü
Hubungan
fungsional antara nomina sebagai inti
dan nomina sebagai pewatasnya, serta
makna gramatikal yang dihasilkan oleh hubungan tersebut.
FN: N + N
|
Inti
|
Pewatas
|
Makna
|
Orang desa
|
Orang
|
Desa
|
Lokatif
|
Cincin emas
|
Cincin
|
Emas
|
Asal bahan
|
Rumah paman
|
Rumah
|
Paman
|
Milik
|
Minyak rambut
|
Minyak
|
Rambut
|
Maksud/pengkhususan
|
ü
Hubungan
fungsional antara nomina sebagai inti
dan adjektiva sebagai pewatasnya,
serta makna gramatikal yang dihasilkan oleh hubungan tersebut.
FN: N + Adjektiva
|
Inti
|
Pewatas
|
Makna
|
Gadis cantik
|
Gadis
|
Cantik
|
Keadaan
|
Perwira menengah
|
perwira
|
menengah
|
Derajat
|
Ikan pedas
|
Ikan
|
Pedas
|
Rasa
|
Meja bundar
|
Meja
|
Bundar
|
Bentuk
|
ü
Hubungan
fungsional antara nomina sebagai inti
dan verba sebagai pewatasnya, serta
makna gramatikal yang dihasilkan oleh hubungan tersebut.
FN: N
+ Verba
|
Inti
|
Pewatas
|
Makna
|
Ruang
kerja
|
Ruang
|
Kerja
|
Tempat
|
Uang
jajan
|
Uang
|
Jajan
|
Peruntukan
|
Ikan
bakar
|
Ikan
|
Bakar
|
Yang
di…
|
Juru
rawat
|
Juru
|
Rawat
|
Yang
bisa melakukan
|
ü
Hubungan
fungsional antara nomina sebagai inti
dan numeralia sebagai pewatasnya,
serta makna gramatikal yang dihasilkan oleh hubungan tersebut.
FN: N + Numeralia
|
Inti
|
Pewatas
|
Makna
|
Kuliah pertama
|
Kuliah
|
Pertama
|
Tingkat
|
Anak kedua
|
Anak
|
Kedua
|
Tingkat
|
ü Hubungan fungsional antara nomina sebagai inti dan adverbia sebagai pewatasnya, serta makna
gramatikal yang dihasilkan oleh hubungan tersebut.
FN: N
+ adverbia
|
Inti
|
Pewatas
|
Makna
|
Orang
tadi
|
Orang
|
Tadi
|
Waktu
|
Teh
saja
|
Teh
|
Saja
|
Pembatasan
|
ü
Hubungan
fungsional antara nomina sebagai inti
dan determinan (ini/itu) sebagai
pewatasnya, serta makna gramatikal yang dihasilkan oleh hubungan tersebut.
FN: N
+ ini/itu
|
Inti
|
Pewatas
|
Makna
|
Presiden
ini
|
Presiden
|
Ini
|
Penentu
|
Dosen
itu
|
Dosen
|
Itu
|
Penentu
|
Bab 5
Frasa Verbal
1.
Frasa
verbal adalah satuan sintaksis yang terbentuk dari dua kata atau lebih yang
dapat menggantukan kategori verba. Verba berfungsi sebagai inti.
2.
Hubungan
masing-masing unsur dalam fase verbal
a.
Hubungan
fngsional antara adverbia
sebagai pewatas depan dan verba sebagai
inti, serta makna gramatikal yang dihasilkan oleh hubungan tersebut.
FV:
adv + V
|
Pewatas
|
Inti
|
Makna
|
Lagi
mandi
|
Lagi
|
Mandi
|
Waktu
|
Hendak
berangkat
|
Hendak
|
Berangkat
|
Waktu
|
Belum
makan
|
Belum
|
Makan
|
Keselesaian
|
Sudah
berangkat
|
Sudah
|
Berangkat
|
Keselesaian
|
b. Hubungan
fungsional antara verba sebgai inti
dan adverbial sebagai pewatas, serta makna gramatikal yang dihasilkan oleh
hubungan tersebut.
FV: V
+ Adv
|
Inti
|
Pewatas
|
Makna
|
Datang
lagi
|
Datang
|
Lagi
|
Berulang
|
Menulis
kembali
|
Menulis
|
Kembali
|
Berulang
|
Menonton
saja
|
Menonton
|
Saja
|
Pembatasan
|
Pergi
juga
|
Pergi
|
Juga
|
Ikut
serta
|
c. Hubungan
fungsional antara verba sebagai inti
dan nomina sebagai pewatas. Contoh: uji materi. Kata uji termasuk verba yang berfungsi sebagai inti, sedangkan materi termasuk nomina yang berfungsi
sebagai pewatas. Makna gramatikal dari konstruksi ini adalah sifat.
d. Hubungan
fungsional antara verba sebagai inti
dan adjektiva sebagai pewatas.
Contoh: menulis indah. Kata menulis termasuk verba yang berfungsi
sebagai inti, sedangkan indah
termasuk adjektiva yang berfungsi sebagai pewatas, makna gramatikal dari
konstruksi ini adalah sifat.
3. Frasa
verbal dapat diperluas dengan menambah adverbia yang berfungsi sebagai pewatas
depan dan pewatas belakang.
Bab 6
Frasa Adjektival
1. Frasa
adjektival adalah satuan sintaksis yang terbentuk dari dua kata atau lebih yang
dapat menggantika kategori adjektiva. Adjektiva berfungsi sebagai inti.
2. Hubungan
fungsional antarunsur dalam frasa adjektival dan makna gramatikalnya
a.
Hubungan fungsional antara adverbia sebagai pewatas depan dan adjektiva sebagai inti, serta makna
gramatikal yang dihasilkan oleh hubungan tersebut.
FAdj:
adv + Adj
|
Pewatas
|
Inti
|
Makna
|
Lebih
pintar
|
Lebih
|
Pintar
|
Komparatif
(tingkat tinggi)
|
Kurang
pintar
|
Kurang
|
Pintar
|
Komparatif
(tingkat rendah)
|
Paling
pintar
|
Paling
|
Pintar
|
Superlatif
|
Sangat
pintar
|
Sangat
|
Pintar
|
Elatif
(tingkat tinggi)
|
b.
Hubungan fungsional antara adjektiva sebagai inti dan adverbia sebagai pewatas belakang.
FAdj:
adj + Adv
|
Inti
|
Pewatas
|
Makna
|
Lagi
|
Sakit
|
Lagi
|
Perulangan
|
Kembali
|
Aman
|
Kembali
|
Perulangan
|
Juga
|
Miskin
|
Juga
|
Penyertaan
|
Saja
|
Malas
|
Saja
|
Pembatasan
|
c.
Hubungan fungsional antara adjektiva sebagai inti dan nomina sebagai pewatas belakang. Contoh:
gagah perwira. Kata gagah termasuk adjektiva yang berfungsi
sebagai inti, sedangkan kata perwira
termasuk nomina yang berfungsi sebagai pewatas. Makna gramatikal dari
konstruksi ini adalah menyerupai.
d.
Hubungan fungsional antara adjektiva sebagai inti dan adjektiva sebagai pewatas belakang.
Contoh: hijau tua. Kata hijau termasuk adjektiva yang berfungsi
sebagai inti, sedangkan kata tua
termasuk adjektiva juga, tetapi berfungsi sebagai pewatas. Makna gramatikal
dari konstruksi ini adalah jenis.
e.
Hubungan fungsional antara adjektiva sebagai inti dan verba sebagai pewatas belakang. Contoh: berani tempur. Kata berani termasuk adjektiva yang berfungsi sebagai inti, sedangkan
kata tempur termasuk verba yang
berfungsi sebagai pewatas. Makna gramatikal dari konstruksi ini adalah untuk.
f.
Hubungan fungsional antara dua
kata berbentuk adjektiva yang keduanya berfungsi sebagai inti. Contoh: gelap gulita. Kata gelap dan gulita termasuk
adjektiva. Keduanya saling melengkapi.
3. Frasa
adjektival dapat diperluas dengan menambah pewatas, baik pewatas depan, maupun
pewatas belakangnya.
Bab 7
Frasa Numeralia
1. Frasa
numeralia adalah satuan sintaksis yang terbentuk dari dua kata atau lebih, yang
dapat menggantikan kategori numeralia. Numeralia sebagai inti.
2. Hubungan
fungsional antarunsur dalam frasa numeralia dan makna gramatikalnya.
a.
Hubungan fungsional antara numeralia sebagai inti dan kata penggolong sebagai pewatas. Contoh: empat ekor. Kata empat termasuk numeralia yang berfungsi sebagai inti, sedangkan
kata ekor termasuk kata penggolong
yang berfungsi sebagai pewatas.
b.
Hubungan fungsional antara numeralia sebagai inti dan adverbial sebagai pewatas depan.
Adverbia yang bisa mengisi fungsi in adalah hanya, hampir, sudah, dan
sedikitnya.
c.
Selain berfungsi sebagai
pewatas depan, ada adverbial yang dapat berfungsi sebagai pewatas belakang.,
yaitu saja. Contoh: lima saja. Kata lima sebagai inti dan kata saja sebagai pewatas.
d.
Hubungan fungsional antara
numeralia sebagai inti dan kata gugus belas,
puluh, ratus, ribu, juta, biliun, triliun, miliar sebagai pewatas belakang.
e.
Hubungan fungsional antara dua
kata yang berbentuk numeralia. Keduanya berfungsi sebagai inti.
3. Frasa
numeralia dapat diperluas ke kanan atau ke kiri dengan menambahkan unsur-unsur
pewatas pada numeralia inti.
Bab 8
Frasa Pronominal
1. Frasa
pronominal adalah satuan sintaksis yang terbentuk dari dua kata atau lebih yang
dapat menggantikan kategori pronomina. Pronomina sebagai inti.
2. Hubungan
fungsional antrunsur dalam frasa pronominal dan makna gramatikalnya
a.
Hubungan fungsional antara pronomina sebagai inti dan numeralia kolektif sebagai pewatas
belakang. Contoh: kita berempat. Kata
kita termasuk pronominal yang
berfungsi sebagai inti, sedangkan kata berempat
termasuk numeralia kolektif yang berfungsi sebagai pewatas. Makna gramatikal
dari konstruksi ini adalah himpunan.
b.
Hubungan fungsional antara pronomina sebagai inti dan determinan (ini/itu) sebagai pewatas belakang.
Contoh: kami itu. Kata kami termasuk pronominal yang berfungsi
sebagai inti, sedangkan kata itu
termasuk determinan yang berfungsi sebagai pewatas. Makna gramatikal dari
konstruksi ini adalah penentu.
c. Hubungan
fungsional antara pronomina sebagai
inti dan adverbia sebagai pewatas
belakang. Adverbia yang dapat berfungsi sebagai pewatas dalam konstruksi frase
ini adalah saja, sendiri, dan lagi. Saja dan sendiri
membentuk makna gramatikal pembatas,
sedangkan lagi membentuk makna gramatikal pengulangan.
d.
Ada juga adverbia yang dapat
berfungsi sebagai pewatas depan yaitu hanya.
Contoh: hanya saya. Kata hanya berfungsi sebagai pewatas depan,
sedangkan kata saya berfungsi sebagai
inti. Makna gramatikalnya adalah pembatas.
3. Frasa
pronominal dapat diperluas ke kanan atau ke kiri dengan menambahkn unsur-unsur
pewatas pada pronomina inti.
4. Frasa
pronominal dapat diperluas dengan penambahan frasa pronominal yang bersungsi
sebagai apositif.
Bab 9
Frasa Adverbial
1. Frasa
adverbial adalah satuan sintaksis yang terbentuk dari dua kata atau lebih
dengan adverbia yang berfungsi sebagai inti dan nomina, demonsrativa (ini/itu), atau adverbia (saja, lagi) yang berfungsi sebagai pewatas.
2. Hubungan
fungsional antarunsur dalam frasa adverbial dan makna gramatikalnya:
a.
Hubungan fungsional antara
adverbia sebagai inti dan nomina sebagai pewatas belakang. Contoh:
Tadi malam à tersusun atas adverbia tadi sebagai inti dan nomina malam sebagai pewatas belakang. Makna
gramatikalnya adalah waktu.
b.
Hubungan fungsional antara adverbia sebagai inti dan determinan (ini/itu) sebagai pewatas belakang.
Contoh:
Sekarang ini à
tersusun atas adverbia sekarang
sebagai inti dan determinan ini sebagai
pewatas belakang. Makna gramatikalnya adalah penentu.
c.
Hubungan fungsional antara adverbia sebagai inti dan adverbia sebagai pewatas belakang.
Contoh:
Sekarang saja à
tersusun atas adverbia sekarang
sebagai inti dan adverbia saja
sebagai pewatas belakang. Makna gramatikalnya adalah pembatas.
3. Frasa
adverbial dapat diperluas ke kanan dengan menambahkan unsur-unsur pewatas pada
adverbia ini. Contoh: sekarang, sekarang ini, sekarang ini saja,
bukan sekarang ini saja.
Bab 10
Frasa Preposisional
1. Frasa
preposisional merupakan frasa eksosentris, tidak terdiri atas inti dan pewatas,
tetapi terdiri atas perangkai dari sumbu. Preposisi berfungsi sebagai
perangkai, sedangkan jenis kata yang berfungsi sebagai sumbu adalah nomina,
adjektiva, atau adverbia.
2. Hubungan
fungsional antarunsur dalam frasa preposisional dan makna gramatikalnya.
Preposisi menandai berbagai makna. Dalam frasa di suriah, preposisi menandai hubungan makna keberadaan di suatu tempat; dalam frasa sampai penuh preposisi menandai hubungan makna keadaan; dan dalam frasa dengan segera
preposisi menandai hubungan makna cara.
Kridalaksana (1985: 118) menyebutkan makna dari frasa preposisional sebagai
berikut.
a.
Tempat: di, pada
b.
Arah atau peralihan: ke, dari, kepada, terhadap
c.
Perihal: tentang, akan
d.
Tujuan: untuk, buat
e.
Sebab: karena, lantaran
f.
Asal: dari
g.
Penjadian: oleh
h.
Kesertaan: dengan
i.
Cara: dengan
j.
Alat: dengan
k.
Penyamaan atau perbandingan: sesuai dengan, selaras dengan, seperti,
sebagai
l.
Keberlangsungan: sejak, sampai
3. Frasa
preposisional dapat diperluas ke kanan dengan menambahkan unsur-unsur sumbu
pada preposisi yang berfungsi sebagai perangkai.
Bab 11
Klausa
1. Klausa
adalah konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung unsur
predikasi, berintonasi datar pada ragam lisan, atau tanpa bertanda baca pada
ragam tulis.
2. Struktur
klausa
3. Secara
semantik, klausa terbentuk oleh hubungan antara predikator dan argumen.
4. Fungsi
yang menandai hubungan antarunsur dalam klausa dapat dipahami melalui tiga
tataran, yaitu fungsi semantik, fungsi sintaksis, fungsi pragmatic. Ketiga
fungsi ini disebut fungsi internal klausa
atau fungsi internal kalimat.
Bab 12
Fungsi Semantik Klausa
1. Fungsi
semantik adalah relasi antara predicator dengan argumennya dalam suatu klausa.
2. Struktur
logika semantik verba
a.
Verba yang menyatakan perbuatan
atau tindakan. Contoh: Prajurit TNI berbaris
di lapangan.
b.
Verba yang menyatakan proses,
yaitu perubahan dari suatu keadaan ke keadaan lain. Contoh: Rambut anak itu memutih.
c.
Verba yang menyatakan keadaan.
Contoh: Anak itu suka pisang.
d.
Verba yang menyatakan
pengalaman. Contoh: mereka mendengar
suara itu.
e.
Verba rasional, yakni verba
yang menghubungkan antara berbagai argument dalam struktur klausa. Contoh: dia adalah adik kandung saya.
f.
Verba yang menyatakan “adanya”
sesuatu. Contoh: ada polemik dalam
tubuh partai itu.
g.
Verba semelfaktif adalah verba
yang mengacu pada peristiwa-peristiwa yang keberadaannya tergantung pada durasi
singkat. Contoh: anak itu bersin.
3. Struktur
logika verba biasanya dituliskan dengan cara V = predikat (x) atau (x,y).
Berikut ini adalah struktur logika verba.
a.
Verba perbuatan = predikat (x),
(x,y) atau (x,y,z). Contoh: miftah menyapu
lantai.
b.
Verba proses = predikat (x).
Contoh: rambut anak itu memutih.
c.
Verba keadaan = predikat (x)
atau (x,y). Contoh: kucing itu sudah
mati.
d.
Verba pengalaman = predikat (x)
atau (x,y). Contoh: mereka mendengar
suara itu.
e.
Verba relasional = predikat
(x,y). Contoh: Tokyo adalah
ibukota Jepang.
f.
Verba eksistensial = predikat
(x,y). Contoh: ada polemik
dalam tubuh partai itu.
g.
Verba semelfaktif = predikat
(x) atau (x,y). Contoh: anak itu bersin.
5. Peran
semantik
a.
Peran semantik khusus
Peran
semantik khusus adalah peran yang berhubungan dengan posisi argument yang
terdapat pada struktur logika predikator.
ü Peran
semantic predicator
·
Perbuatan. Contoh: DPR merevisi UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Institusi
·
Proses. Contoh: masalah sosial merebak
·
Keadaan. Contoh: masyarakat fobia pada nuklir
·
Pengalaman. Contoh: anggota
Pansus mendengar pengakuan saksi
·
Relasional. Contoh: antelop merupakan hewan suci masyarakat Afrika
·
Eksistensial. Contoh: ada peletakan batu permata
·
Semelfaktif. Contoh:
penggelembungan harga pasar mengejutkan
rakyat
·
Posisi. Contoh: lukisan itu di atas batu cadas
·
Lokasi. Contoh: lukisan Goa di Sulawesi Selatan
·
Identitas. Contoh: penyakitnya hepatitis
·
Kuantitas. Contoh: tugasku sangat banyak
ü Peran
semantic argumen
·
Pelaku. Contoh: DPR merevisi UU Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Institusi
·
Sasaran. Contoh: DPR merevisi UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Institusi
·
Hasil. Contoh: seharusnya,
bulan ini petani menanam padi
·
Pengalaman. Contoh: masyarakat fobia pada nuklir
·
Peruntungan. Contoh: pianis
Ananda Sukirlan sedang mencarikan siswanya
piano
·
Jangkauan. Contoh: kejahatan
dunia maya meliputi pembajakan digital,
peretasan computer, pelecehan seksual, dan lain-lain.
·
Ukuran. Contoh: rumahnya berjarak
lima ratus meter dari kantor pajak
·
Pokok. Contoh: lukisan itu di atas batu cadas
·
Identitas. Contoh: istrinya
adalah seorang pengusaha
ü Peran
semantic perifral
·
Tempat. Contoh: ada masalah
distribusi PNS di daerah-daerah
·
Waktu. Contoh: jumlah PNS mencapai
4.708.330 orang per Mei 2011
·
Asal. Contoh: pengusaha itu
kebanyakan dari Cina
·
Alat. Contoh: dia memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan piano
·
Penyerta. Contoh: bersama anaknya, ia mengadukan nasib ke
komnas HAM
·
Perihal. Contoh: DPR merevisi
UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Institusi
·
Tujuan. Contoh: renegosiasi
perlu dilakukan demi perbaikan
pengelolaan sumber daya pertambangan
·
Sebab. Contoh: dua SPBU di
Balikpapan tutup karena sepi
·
Peralihan. Contoh: warga
beralih profesi dari petani ke pengumpul mangan
·
Arah. Contoh: saat ini,
industry pertanian dikembangkan ke sektor
rambutan
·
Cara. Contoh: yang pasti,
penawaran pensiun dini harus direncanakan dengan
sebaik-baiknya
·
Keterangan
perbandingan/kemiripan. Contoh: semua bentuk tingkah laku kita bergerak seperti pola pikir kita
·
Keterangan kesalingan. Contoh:
sesama anggota partai tak seharusnya beradu mulut antara satu sama lain
·
Keterangan kepastian. Contoh: yang pasti, penawaran pensiun dini harus
direncanakan dengan sebaik-baiknya
·
Keterangan harapan. Contoh: mudah-mudahan, pemilu 2014 berlangsung
secara jujur dan adil
·
Keterangan kesangsian. Contoh: barangkali, kami harus mempekerjakan PNS
sesuai kebutuhannya
b.
Peran semantik makro
Peran
semantik makro adalah peran yang bersifat umum. Ada dua peran semantic makro: aktor dan undergoer.
ü Contoh:
Klausa aktif
Pemerintah perlu menetapkan kebijakan strategis
Pelaku Perbuatan Sasaran
Aktor Undergoer
S P O
ü Contoh:
Klausa pasif
Kebijakan
strategis perlu
ditetapkan pemerintah
Sasaran Perbuatan Pelaku
Undergoer Aktor
S P O
Bab 13
Fungsi Sintaksis
1. Fungsi
sintaksis meliputi subjek (S), predikat (P), objek (O), pelengkap (Pel), dan
keterangat (K).
·
Predikat
Predikat
merupakan bentuk gramatikal di dalam klausa yang berpotensi berperan sebagai
perbuatan, proses, keadaan, pengalaman, relasional, eksistensial, semelfaktif,
posisi, lokasi, kuantitas, dan identitas (atribut).
a. Jenis
klausa berdasarkan kategori pengisi fungsi P
Berdasarkan kategori
fungsi predikat, klausa dapat dibedakan menjadi (1) klausa verbal, (2) klausa
nominal, (3) klausa adjectival, (4) klausa numeral, (5) klausa preposisional.
1) Klausa
verbal
Klausa verbal adalah
klausa yang predikatnya berkategori verba atau frasa verbal. Ada verba berjenis
intransitive, semitransitif, dan verba transitif.
a) Predikat
berverba intransitif
Verba intransitive
adalah verba yang tidak berobjek. Struktur klausa verbal intransitif ini bisa
berpola:
·
S + P
·
S + P + Pel
·
S + P + K
b) Predikat
berverba semitransitif
Verba semitransitif
adalah verba yang objeknya boleh ada atau tidak. Struktur klausa verbal
semitransitif dapat berpola:
·
S + P
·
S + P + O
c) Predikat
berverba transitif
Verba transitif adalah
verba yang memerlukan objek. Verba ini terbagi atas verba ekatransitif dan
dwitransitif.
Struktur klausa pada
ekatransitif dapat berpola:
·
S + P + O
·
S + P + O + K
Struktur
klausa pada predikat berverba dwitransitif dapat berpola:
·
S + P + O + Pel
·
S + P + O + K
2) Klausa
nominal
Klausa nominal adalah
klausa yang predikatnya berupa nomina atau frasa nominal. Klausa ini hanya
memiliki dua unsur wajib, yaitu subjek dan predikat.
3) Klausa
adjektival
Klausa adjektival adalah
klausa yang predikatnya berupa adjektiva atau frasa adjektiva. Klausa ini hanya
memiliki dua unsur wajib, yaitu subjek dan predikat.
4) Klausa
numeral
Klausa numeral adalah
klausa yang predikatnya berupa numeral atau frasa numeral.
5) Klausa
preposisional
Klausa preposisional
adalah klausa yang predikatnya berupa frasa preposisional.
·
Subjek
Subjek
merupakan bentuk gramatikal di dalam klausa yang berpotensi berperan sebagai
pelaku, pengalaman, peruntung, ukuran, dan pokok.
·
Objek
Objek
merupakan bentuk gramatikal di dalam klausa yang berpotensi berperan sebagai
sasaran, hasil, dan peruntung.
·
Pelengkap
Pelengkap
merupakan bentuk gramatikal di dalam klausa yang berpotensi berperan sebagai
sasaran, hasil, jangkauan, identitas, dan ukuran.
·
Keterangan
Keterangan
berfungsi memberikan penjelasan tambahan bagi unsur inti.
Bab 14
Fungsi Pragmatik
1. Fungsi
pragmatik menandai status informasi dari
sebuah konstituen. Beberapa hal yang terkait dengan status informasi adalah (1)
informasi baru dan informasi lama, (2) informasi yang paling penting (fokus)
dan informasi pendukung (latar).
1) Informasi
baru dan informasi lama
Informasi
lama merupakan informasi yang sudah diketahui bersama, sedangkan informasi baru
merupakan pengembangan informasi yang ditambahkan pada informasi lama.
2) Fokus
dan latar
Fokus
adalah unsur klausa yang mengandung informasi paling penting, sedangkan latar
adalah unsur klausa yang hadir setelah fokus.
Bab 15
Kalimat
1. Kalimat
dapat di bentuk oleh kata, frasa, dan klausa.
2. Hubungan
fungsi dalam kalimat
1. Fungsi
internal kalimat
·
Fungsi semantik
Fungsi semantik berhubungan
dengan relasi antara predikator dengan argumennya dalam suatu klausa
·
Fungsi sintaksis
Fungsi sintaksis berhubungan
dengan relasi gramatikal suatu klausa
·
Fungsi pragmatik
Fungsi pragmatik berhubungan
dengan status informasi dari sebuah klausa
2. Fungsi
eksternal
Fungsi
eksternal kalimat berhubungan dengan orientasi tujuan komunikasi bahasa
·
Fungsi instrumental
Fungsi ini melayanu pengelolaan
lingkungan sehingga menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu
·
Fungsi regulasi
Fungsi ini berfungsi untuk
mengawasi, mengatur, atau menghendaki suatu peristiwa
·
Fungsi representasional
Fungsi ini berfungsi menyampaikan
fakta dan pengetahuan, membuat pernyataan, menjelaskan atau melaporkan suatu
peristiwa
·
Fungsi interaksional
Fungsi interaksional untuk
menjaga lancarnya hubungan sosial agar komunikasi tetap berjalan dengan baik
·
Fungsi personal
Fungsi ini digunakan seorang
untuk menyatakan perasaan, emosi, dan kepribadian
·
Fungsi heuristik
Fungsi ini digunakan untuk
memperoleh pengetahuan dan mengenal lingkungan
·
Fungsi imajinatif
Fungsi ini digunakan untuk menciptakan
sistem atau ide yang imajinatif
Bab 16
Jenis kalimat
berdasarkan fungsi semantik
1. Jenis
kalimat berdasarkan fungsi semantik khusus
a. Kalimat
berpola Pelaku + Perbuatan
Contoh:
Rebekah pun mundur
b. Kalimat
berpola Pelaku + Perbuatan + sasaran
Contoh:
Delapan menteri perwakilan pemerintah
mengikuti rapat kerja
DPR
c. Kalimat
berpola Pelaku + Perbuatan + hasil
Contoh:
Pemerintah berencana
membangun delapan unit rusunawa
d. Kalimat
berpola Pelaku + Perbuatan + Peruntung +
Sasaran
Contoh:
ASEAN menawarkan anggotanya prioritas pilihan
e. Kalimat
berpola Pelaku + Perbuatan + Sasaran +
Tempat/Cara
Contoh:
Ia telah memasukkan anaknya ke Panti Asuhan Sosial
f. Kalimat
berpola Pengalam + Keadaan
Contoh:
Anaknya kehujanan
g. Kalimat
berpola Pengalam + Keadaan + Identitas
Contoh:
Umar telah menjadi buronan
h. Kalimat
berpola Pengalam + Keadaan +
Tempat/Waktu
Contoh:
Pak Husrin tinggal di daerah pelosok
i. Kalimat
berpola Pengalam + Proses
Contoh:
Pelindung alami bumi telah
menipis
j. Kalimat
berpola Pengalam + Pengalaman
Contoh:
Anak itu mual
k. Kalimat
berpola Pengalam + Pengalaman + Sasaran
Contoh:
Mereka telah mendengar desisan ular tersebut
l. Kalimat
berpola Pokok + Relasi + Identitas
Contoh:
Indonesia merupakan negara agraris
m. Kalimat
berpola Eksistensi + Pokok
Contoh:
Terdapat dua asumsi dasar
n. Kalimat
berpola Pokok + Identitas
Contoh:
Istrinya seorang buronan
o. Kalimat
berpola Pokok + Kuantitas
Contoh:
Tugasku sangat banyak
2. Jenis
kalimat berdasarkan peran semantik makro
Peran semantik makro adalah
actor dan undergoer. Berdasarkan peran ini, kalimat dapat diklasifikasikan
atas:
a. Kalimat
aktif
Kalimat
aktif adalah kalimat yang didahului oleh peran aktor (subjek berperan sebagai
pelaku atau pengalam)
b. Kalimat
pasif
Kalimat
pasif adalah kalimat yang didahului oleh undergoer (subjek berperan sebagai
sasaran, hasil, atau peruntung)
c. Kalimat
aktif antipasif
Kalimat
aktif antipasif adalah kalimat aktif yang tidak dapat diubah menjadi kalimat
pasif karena padanan pasifnya bersifat tidak wajar
d. Kalimat
pasif antiaktif
Kalimat
pasif antiaktif adalah kalimat pasif yang tidak dapat diubah menjadi kalimat
aktif karena peran pelakunya tidak disebutkan
Bab 17
Jenis kalimat berdasarkan fungsi sintaksis
1. Kalimat
tunggal dan kalimat majemuk
Kalimat tunggal adalah kalimat
yang terdiri atau satu klausa. Kalimat ini hanya mempunyai satu subjek dan satu
predikat.
2. Kalimat
lengkap dan kalimat tidak lengkap
·
Kalimat lengkap adalah kalimat
yang mengandung klausa lengkap, terdiri atas unsur S dan P, bahkan ada unsur O,
Pel, dan K jika predikat menghendaki kehadirannya.
·
Kalimat tak lengkap adalah
kalimat yang terdiri atas klausa tak lengkap, yaitu terdiri dari S saja, P
saja, O saja, atau Ket saja. Yang termasuk ke dalam jenis kalimat tak lengkap
adalah kalimat elips, kalimat sampingan, kalimat urutan, dan kalimat minor.
ü Kalimat
elips adalah kalimat tak lengkap yang terjadi karena pelesapan beberapa bagian
dari klausa dan diturunkan dari kalimat tunggal
ü Kalimat
sampingan adalah kalimat tak lengkap yang terjadi dari klausa tak lengkap dan
diturunkan dari kalimat majemuk bertingkat
ü Kalimat
urutan adalah kalimat berklausa lengkap, namun mengandung konjungsi yang
menunjukkan bahwa kalimat itu merupakan bagian dari kalimat lain
ü Kalimat
minor adalah kalimat tak lengkap yang memiliki intonasi final
3. Kalimat
intervensi dan kalimat permutasi
Berdasarkan susunan fungsi
sintaksisnya, kalimat di klasifikasikan menjadi kalimat biasa, kalimat inversi,
dan kalimat permutasi.
·
Kalimat biasa adalah kalimat
yang tersusun sesuai dengan pola dasar kalimat bahasa Indonesia, yaitu
S-P-(O)-(Pel)-(K) atau S mendahului P.
·
Kalimat inversi adalah kalimat
yang mengharuskan predikat mendahului subjek (berpola P-S)
·
Kalimat permutasi adalah
kalimat yang berpola terbalik, yaitu P-S, atau P-O-S. berbeda dengan inversi,
permutasi tidak mengharuskan P-S, tetapi hanyalah merupakan salah satu gaya
yang dapat dipilih dari urutan yang baku
Bab 18
Perluasan kalimat
tunggal
1. Perluasan
dengan unsur keterangan
Keterangan dalam kalimat
bersifat tidak wajib, dalam arti bahwa tanpa keterangan pun kalimat telah
mempunyai makna sendiri.
2. Perluasan
dengan unsur vokatif
Vokatif adalah unsur tambahan
dalam ujaran berupa nomina atau frasa nominal yang menyatakan orang yang
disapa.
3. Perluasan
dengan unsur aposisi
Dua unsur kalimat disebut
beraposisi jika kedua unsur itu sederajat dan mempunyai acuan yang sama atau,
paling tidak, salah satu mencakupi acuan unsur yang lainnya.
Bab 19
Kalimat majemuk
1. Hubungan
koordinasi (majemuk setara)
Hubungan koordinasi
menggabungkan dua klausa atau lebih yang masing-masing mempunyai kedudukan
setara dalam struktur kalimat. Hubungan klausa yang terbentuk secara
koordinatif disebut majemuk setara.
2. Hubungan
subordinasi (majemuk bertingkat)
Hubungan subordinasi
menunjukkan hubungan yang hierarkis, yakni menggabungkan dua klausa atau lebih
secara bertingkat, ada yang berfungsi sebagai klausa utama dan ada yang
berfungsi sebagai klausa bawahan. Karena itu, hubungan yang demikian disebut
pula dengan majemuk bertingkat. Ada empat jenis klausa bawahan dalam majemuk
bertingkat, yaitu (1) klausa nominal, (2) klausa adverbial, (3) klausa relatif,
dan (4) klausa perbandingan.
1) Klausa
nominal adalah klausa bawahan yang biasa menduduki fungsi nomina
2) Klausa
adverbial adalah klausa yang menduduki fungsi keterangan
3) Klausa
relatif adalah klausa yang dibentuk dengan menggunakan yang untuk memperluas salah satu fungsi sintaksis S, P, O, Pel, dan
K
4) Klausa
perbandingan adalah klausa yang memperbandingkan dua proposisi, satu dinyatakan
pada klausa utama dan satunya lagi pada klausa bawahan
3. Hubungan
kosubordinasi
Dalam hubungan koordinasi,
masing-masing klausa dapat berdiri sendiri terlepas dari rantaian kalimat
majemuk.
4. Majemuk
kompleks
Kalimat majemuk kompleks adalah
kalimat yang terdiri dari beberapa klausa, ada yang berhubungan secara setara
(koordinatif), bertingkat (subordinatif), atau kosubordinatif.
Bab 20
Hubungan semantik antarklausa dalam kalimat
majemuk
1. Hubungan
semantik dalam kalimat majemuk bertingkat
1) Hubungan
kausatif
Kausatif
adalah suatu tindakan yang menyebabkan terjadinya suatu peristiwa yang lain
2) Hubungan
alasan
Hubungan
alasan terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan sebab
atau alasan terjadinya apa yang dinyatakan dalam klausa utama
3) Hubungan
syarat
Hubungan
syarat terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan syarat
terlaksananya apa yang disebut dalam klausa utama
4) Hubungan
pengandaian
Hubungan
pengandaian terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya meyatakan
andaian terlaksananya apa yang dinyatakan klausa utama
5) Hubungan
konsesif
Hubungan
konsesif terjadi dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya mengandung
pernyataan yang tidak akan mengubah apa yang dinyatakan dalam klausa utama
6) Hubungan
cara
Hubungan
cara terjadi dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan cara
pelaksanaan tindakan dalam klausa utama
7) Hubungan
gerakan
Hubungan
gerakan terjadi dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan suatu
gerakan yang menyertai klausa utama
8) Hubungan
posisi
Hubungan
posisi terjadi dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan suatu
cara bersikap saat melakukan tindakan yang terdapat dalam klausa utama
9) Hubungan
alat
Hubungan
alat terjadi dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan alat yang
digunakan untuk melakukan tindakan pada klausa utama.
10) Hubungan
tindakan psikis (Psych-action)
Hubungan
tindakan psikis ini terjadi dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya
terjadi akibat aktivitas psikis/mental yang terdapat pada klausa utama.
11) Hubungan
tujuan
Hubungan
tujuan terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan suatu
tujuan atau maksud dari apa yang disebut dalam klausa utama.
12) Jussive:
Hubungan ekspresi perintah, permintaan, dan tuntutan
Hubungan
yang berupa ekspresi perintah, permintaan, atau tuntutan terdapat dalam kalimat
majemuk yang klausa bawahannya merupakan suatu perintah atau suruhan
sebagaimana yang disebutkan dalam klausa utama.
13) Persepsi
langsung
Hubungan
persepsi langsung terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa utamanya merupakan
tindakan pengindraan langsung yang dialami oleh subjek, tanpa diperantarai oleh
tindakan lain.
14) Persepsi
tak langsung
Hubungan
persepsi tidak langsung merupakan kebalikan dari persepsi langsung.
15) Penyikapan
awal
Hubungan
penyikapan awal terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannnya
merupakan hasil ekspresi subjek (pada klausa utama) dalam menyikapi suatu
keputusan atau pendapat tentang suatu peristiwa tertentu.
16) Kognitif:
Ekspresi pengetahuan dan aktivitas mental
Hubungan
ini terdapatt dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menggambarkan suatu
ekspresi kognitif atau ekspresi pengetahuan yang adadalam klausa utama.
17) Diskursus
langsung
Hubungan
diskursus langsung terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya
merupakan kutipan langsung dari suatu kejadian, ucapan, pernyataan.
18) Diskursus
tidak langsung
Hubungan
diskursus tidak langsung terdapat pada kalimat majemuk yang klausa bawahannya
merupakan suatu pernyataan yang direkam atau dilaporkan.
19) Pembandingan
Hubungan
pembandingan terdapat dalam kalimat majemuk yang klausa bawahannya menyatakan
pembandingan, kemiripan, atau prefensi antara apa yang dinyatakan pada klausa
utama dengan yang dinyatakan pada klausa bawahan itu.
20) Perbandingan
Hubungan
perbandingan adalah hubungan yang menunjukkan bahwa apa yang dinyatakan oleh
klausa utama melebihi atau sama tarafnya dengan apa yang dinyatakan oleh klausa
bawahan.
21) Komplementasi
Hubungan
komplementasi adalah hubungan yang melengkapi verba atau nomina yang terdapat
pada klausa utama.
22) Optatif
(harapan)
Klausa
utama kalimat majemuk yang berisikan hubungan optatif menyatakan harapan agar
apa yang ada pada klausa bawahan dapat terjadi.
23) Atributif
Hubungan
atributif ditandai oleh konjungsi yang
pada klausa bawahan.
24) Perkecualian
Hubungan
perkecualian terjadi apabila klausa bawahan menyatakan suatu perkecualian,
maksudnya menyatakan sesuatu yang dikecualikan dari apa yang dinyatakan dalam
klausa.
25) Keadaan
ruang
Hubungan
ini terdapat pada kalimat yang klausa bawahannya menggambarkan keadaan ruang
klausa utama.
26) Waktu
Hubungan
waktu ditunjukkan oleh klausa bawahan yang menyatakan waktu terjadinya suatu
peristiwa atau keadaan yang disebutkan oleh klausa utama.
2. Hubungan
semantik dalam kalimat majemuk setara
1) Penjumlahan
Hubungan
penjumlahan adalah hubungan yang menyatakan penjumlahan atau gabungan kegiatan,
keadaan, peristiwa, atau proses. Hubungan penjumlahan dapat menyatakan dapat
menyatakan:
a. Penjumlahan
yang menyatakan sebab akibat
Terjadi
apabila klausa kedua merupakan akibat dari klausa pertama.
b. Penjumlahan
yang menyatakan urutan waktu
Terjadi
apabila klausa kedua merupakan urutan dari peristiwa yang terjadi pada klausa
pertama.
c. Penjumlahan
yang menyatakan pertentangan
Terjadi
apabila klausa kedua menyatakan seuatu yang bertentangan dengan apa yang
dinyatakan dalam klausa pertama.
d. Penjumlahan
yang menyatakan perluasan
Terjadi
apabila klausa kedua memberikan informasi atau penjelasan tambahan untuk
melengkapi pernyataan pada klausa pertama.
2) Keadaan
simultantif
Hubungan
ini terdapat dalam kalimat majemuk setara yang masing-masing klausanya
menunjukkan suatu keadaan yang tidak saling berhubungan secara temporer.
3) Perlawanan
Hubungan
perlawanan adalah hubungan yang menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam
klausa pertama berlawanan, atau tidak sama dengan apa yang dinyatakan dalam
klausa kedua. Hubungan ini dapat dibedakan atas:
a. Hubungan
penguatan
Terjadi
apabila klausa kedua membuat informasi yang menguatkan dan menandaskan
informasi yang dinyatakan dalam klausa yang pertama.
b. Perlawanan
implikasi
Terjadinya
apabila klausa kedua menyatakan sesuatu yang merupakan perlawanan terhadap implikasi
klausa pertama.
c. Perlawanan
perluasan
Terjadi
apabila klausa kedua merupakan informasi tambahan untuk melengkapi apa yang
dinyatakan oleh klausa pertama, dan kadang-kadang justru memperlemahnya.
4) Pemilihan
Hubungan
pemilihan adalah hubungan yang mengandung pilihan di antara dua kemungkinan
atau lebih yang dinyatakan oleh klausa-klausa yang dihubungkan.
5) Hubungan
fase
Hubungan
ini bersifat penahapan, yakni menggambarkan suatu peristiwa, dimulai dari
permulaan, keberlanjutan, dan keberakhirannya.
Bab 21
Jenis kalimat berdasarkan
fungsi pragmatik
1. Jenis
kalimat berdasarkan fungsi pragmatik
Kalimat dapat dibedakan
menjadi kalimat berfokus sebagian, kalimat berfokus penuh, kalimat berfokus
kontras.
a. Kalimat
berfokus sebagian adalah kalimat yang terdiri atas unsur fokus dan latar.
Contoh:
Sejarah
kelam tidak
pernah dilupakan orang.
Fungsi Latar
b. Kalimat
berfokus penuh adalah kalimat yang keseluruhan unsurnya merupakan fokus.
Contoh:
Ø Halo
Ø Hati-hati
Ø Selamat
jalan, ya.
c. Kalimat
berfokus kontras adalah kalimat yang mengandung unsur positif dan negatif.
Contoh:
Dialah
yang korupsi, bukan
saya.
Fokus Latar
Bab 22
Jenis kalimat berdasarkan
fungsi eksternal kalimat
1. Jenis
kalimat berdasarkan fungsi eksternal
Fungsi eksternal kalimat ada tujuh, yaitu fungsi instrumental,
fungsi regulasi, fungsi representasional, fungsi interaksional, fungsi
personal, fungsi heuristik, dan fungsi imajinatif. Berdasarkan fungsi eksternal
ini, kalimat dapat dipetakan menjadi (1) kalimat perintah yang berbentuk
perintah biasa, perintah halus, ajakan, harapan, permohonan, larangan; (2) kalimat
pengingkaran; (3) kalimat berita/deklaratif; (4) kalimat interpersonal; (5)
kalimat interjeksi, (6) kalimat tanya, dan (7) kalimat imajinatif.
1) Kalimat
perintah
Kalimat
perintah adalah kalimat yang dibentuk untuk mengharapkan tanggapan yang berupa
tindakan.
a. Kalimat
perintah biasa
Kalimat perintah biasa
digunakan jika pembicara menyuruh lawan bicaranya berbuat sesuatu.
b. Kalimat
perintah halus
Kalimat perintah halus
digunakan jika pembicara tampaknya tidak memerintah lagi, tetapi menyuruh
mencoba atau mempersilakan lawan bicara berbuat sesuatu.
c. Kalimat
ajakan atau harapan
Kalimat ini digunakan
jika pembicara mengajak atau berharap lawan bicara berbuat sesuatu.
d. Kalimat
permohonan
Kalimat ini digunakan
jika pembicara, demi kepentingannya, meminta atau memohon lawan bicara untuk
melakukan sesuatu.
e. Kalimat
larangan
Kalimat larangan
digunakan untuk menyuruh lawan tutur tidak melakukan suatu tindakan.
2) Kalimat
pengingkaran
Kalimat
pengingkaran adalah kalimat yang digunakan untuk menyatakan pengingkaran atau
penyangkalan, baik berupa ketidaksetujuan, ketiadaan, maupun penolakan.
3) Kalimat
berita
Kalimat
berita atau kalimat deklaratif adalah kalimat yang berfungsi untuk
menginformasikan sesuatu kepada pendengar atau pembaca.
4) Kalimat
interaksional
Kalimat
ini digunakan untuk menjaga keberlangsungan komunikasi agar tetap lancar.
5) Kalimat
interjeksi
Kalimat
ini digunakan untuk menyatakan perasaan atau emosi, seperti rasa takut, cemas,
haru, simpati, empati, antipasti, kesal, marah, sedih, dsb.
6) Kalimat
Tanya
Kalimat
Tanya biasanya digunakan untuk memperoleh informasi mengenai sesuatu.
7) Kalimat
imajinatif
ffKalimat
imajinatif adalah jenis kalimat yang dibentuk dengan bahasa yang indah, puitis
dan metaforik.
ditunggu ya tulisan-tulisan terbarunya!!
BalasHapusokidoki ^^
Hapusterimakasih
BalasHapusdengan senang hati ^^
Hapus